Minggu, 11 Oktober 2009

Zona Gempa Dunia

Zona Gempa Dunia

Zona gempa dunia terbagi atas dua jalur, yaitu Jalur Circum Pasifik dan Jalur Mediteranian.
Jalur Circum Pasifik adalah jalur wilayah dimana banyak terjadi gempa-gempa dalam dan juga gempa- gempa besar yang dangkal. Jalur ini terbentang mulai dari Sulawesi, Filipina , Jepang, dan kepulauan Hawai

Jalur Mediteranian adalah jalur wilayah dimana banyak terjadi gempa-gempa besar yang membentang dari benua Amerika, Eropah ,Timur Tengah, India , Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara.

Pada jalur inilah sering terjadi gempa-gempa tektonik dan juga vulkanik seperti pada gambar di bawah ini.



Sedangkan zona gempa di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kepulauan Indonesia merupakan daerah rawan gempa tektonik. karena dilewati jalur gempa Mediteran dan Circum Pasifik .

Dampak Gempa

Dalam tulisan ini hanya memuat dampak dari gempa tektonik, karena tipe gempa teknonik adalah tipe gempa yang sering membahayakan jiwa dan raga manusia, juga kerugian harta benda. Ada dua dampak gempa tektonik yang berbahaya, yaitu dampak primer dan dampak skunder. Berikut adalah penjelasan dan contoh dari dampak gempa tektonik:

Dampak Primer

Dampak primer yaitu getaran gempa itu sendiri yang sampai ke permukaan bumi dan kalau getarannya cukup besar dapat merusak bangunan dan infra struktur lainnya seperti jalan dan jembatan , rel kereta api, bendungan dan lain lain, sehingga menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda.

Dampak Skunder
Dampak sekunder yaitu terjadi tsunami, tanah yang menjadi cairan kental (liquefaction), kebakaran , penyakit dan sebagainya.


Sumber : http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.e-dukasi.net/pengpop/datafitur/peng_populer/PP_216/images/hal9.jpg&imgrefurl=http://geocominity.blogspot.com/&usg=__aTMVgLBst6fRXdHFFot-UVMvL90=&h=346&w=511&sz=249&hl=id&start=15&um=1&tbnid=XsMDNBvjsgv1HM:&tbnh=89&tbnw=131&prev=/images%3Fq%3Dpeta%2Bdaerah%2Brawan%2Bgempa%2Bindonesia%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dcom.ubuntu:id:unofficial%26sa%3DN%26um%3D1



Daerah Rawan Gempa Buni Tektonik di Indonesia

FAUZI MSc, PhD

Pusat Gempa Nasional BMG Jl Angkasa I/2 Kemayoran Jakarta 10720

Abstrak

Kerugian akibat gempa bumi tidak langsung disebabkan oleh gempa bumi, namun disebabkan oleh keretakan bangunan sehingga terjadi runtuhan bangunan, kejatuhan peralatan dalam bangunan, kebakaran, tsunami dan tanah longsor. Faktor kerentanan bangunan sangat erat hubungannya untuk perhitungan bencana gempa bumi di masa yang akan datang. Faktor gempa bumi tak dapat dielakkan tapi harus dihadapi dengan merencanakan bangunan beserta lingkungannya yang tahan terhadap gempa bumi

Prediksi gempa bumi sampai sekarang masih dalam taraf penelitian sehingga faktor mitigasi lebih penting untuk mencegah kerugian dan bencana yang lebih besar. Untuk itu diperlukan analisa resiko yang mencakup parameter gempa bumi, bangunan dan geologi setempat dimana bangunan atau perencanaan kota berada. Analisa ini memerlukan kerjasama antara masing-masing profesional: Geofisikawan, Insinyur sipil dan Geologi.

  1. PENDAHULUAN

Lapisan kulit bumi dengan ketebalan 100 km mempunyai temperatur relatif lebih rendah dibandingkan dengan lapisan dalamnya (mantel dan inti bumi) sehingga terjadi aliran konveksi di mana massa dengan temperatur tinggi mengalir ke daerah temperatur rendah atau sebaliknya. Teori aliran konveksi ini sudah lama berkembang untuk menerangkan pergeseran lempeng tektonik yang menjadi penyebab utama terjadinya gempa bumi tektonik. Disamping itu kita kenal juga gempa vulkanik, gempa runtuhan, gempa imbasan dan gempa buatan, Gempa vulkanik disebabkan oleh desakan magma ke permukaan, gempa runtuhan banyak terjadi di pegunungan yang runtuh, gempa imbasan biasanya terjadi di sekitar dam karena fluktuasi air dam, sedangkan gempa buatan adalah gempa yang dibuat oleh manusia seperti ledakan nuklir atau ledakan untuk mencari bahan mineral. Skala gempa tektonik jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis gempa lainnya sehingga efeknya lebih banyak terhadap bangunan.

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik (gambar 1). Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatera, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan pasifik di utara Irian dan Maluku Utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan tergantung pada beberapa hal: diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.

Tulisan ini membahas beberapa aspek gempa bumi di Indonesia untuk menunjukkan daerah-daerah rawan gempa bumi berdasarkan aktifitas tektonik dan sejarah kegempaan yang pernah melanda Indonesia. Informasi ini bersifat regional karena belum menyentuh aspek lokal di sekitar bangunan yang mempengaruhi resiko bangunan terhadap getaran gempa bumi.

  1. DAERAH AKTIF GEMPA DI INDONESIA

Gempa bumi terjadi di awali dengan akumulasi stress Di sekitar batas lempeng, sehingga aktifitas gempa banyak di sini. Walaupun kosentrasi akumulasi stress akibat tabrakan lempeng berada disekitar batas lempeng, akibatnya bisa sampai jauh, sampai beberapa ratus kilometer dari batas lempeng karena ada pelimpahan stress di kerak bumi, sehingga ada daerah aktif gempa di luar daerah pertemuan lempeng. Indo-Australia dengan sudut tabrakan miring terhadap garis batas (gambar 1). Kemiringan ini menyebabkan timbulnya sesar Sumatera dimana kosentrasi akumulasi stress atau pusat-pusat gempa di daerah ini.

Beberapa sesar aktif yang terkenal di Indonesia adalah sesar Sumatera, sesar Cimandiri di Jawa Barat, sesar Palu-Koro di Sulawesi, sesar Naik di Flores, sesar Naik di Wetar, dan sesar Geser di Sorong. Keaktifan masing-masing sesar ditandai dengan terjadinya gempa bumi. Gempa dangkal (kedalaman 0-50 Km) yang terjadi pada periode 1900-1995 dengan skala Richter 5.5 atau lebih, membuktikan lokasi-lokasi daerah aktif gempa di Indonesia. Sebagian dari gempa tersebut menimbulkan bencana, tergantung pada beberapa hal :

  • Skala atau magnitude gempa.
  • Durasi dan kekuatan gempa.
  • Jarak sumber gempa terhadap perkotaan.
  • Kedalaman sumber gempa.
  • Kualitas tanah dan bangunan.
  • Lokasi bangunan terhadap perbukitan dan pantai.

Faktor kualitas tanah dan bangunan adalah faktor yang sangat menentukan untuk pengkajian resiko gempa bumi. Kualitas tanah ditempat bangunan berdiri dinyatakan dengan percepatan tanah maksimum (Peak Ground Acceleration) dari catatan exact accelerograph sewaktu gempa besar terjadi. Hal ini sangat jarang terjadi karena periode gempa besar sangat panjang (50-100 tahun) dan karena accelerograph belum terpasang. Karena itu banyak cara empiris dilakukan untuk menemukan percepatan maksimum di perkotaan. Disamping itu lokasi bangunan terhadap pantai yang rentan terhadap ancaman tsunami dan lokasi bangunan terhadap perbukitan yang rentan terhadap longsoran perlu juga dimasukkan dalam pertimbangan asuransi.

  1. PEMETAAN GEMPA BUMI

Pemetaan gempa bumi dapat dilakukan dengan 2 cara, pertama adalah dengan memetakan sumbernya atau hyposenter (pusat gempa) dengan skala dan kedalaman tertentu, kedua adalah dengan memetakan efeknya atau informasi makro gempa bumi. Magnitude gempa dengan magnitude 5 atau lebih dan kedalaman kecil kurang dari 50 km sering dipakai karena berpotensi untuk merusak bangunan, Informasi makro gempa bumi adalah peta dengan memakai skala Modified Mercalli Intensity (MMI), yaitu besarnya efek yang dirasakan oleh pengamat dimana dia berada tanpa memperhatikan sumbernya.

Aktifitas gempa yang pernah terjadi dari tahun 1900 sampai 1996 dengan skala magnitudo diatas 6,0 menunjukkan bahwa aktifitas gempa tersebut berada di sekitar tabrakan lempeng tektonik (interplate earthquake) dan di sekitar sesar (gambar.2). Ciri khas di daerah Indonesia, umumnya kekuatan gempa yang besar (M > 7) berada disekitar tabrakan lempeng, sedangkan gempa di dalam lempeng (intraplate earthquake) ukurannya relatif kecil. Namun akibatnya terhadap bangunan mungkin sama, karena gempa interplate berada di laut sedangkan gempa intraplate berada di darat yang relatif lebih dekat dengan perkotaan.

  1. BENCANA BENGKULU DAN SUKABUMI

Gempa bumi pada 4 Juni 2000 dengan magnitide Mb 7.3 atau Mw 7.9 menimbulkan korban 100 orang lebih. Kerusakan terparah berturut-turut ada di pulau Enggano, Pasar Ngalam, Suharaja, Bengkulu Selatan dan di Kota Bengkulu. Laporan team survey dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menggambarkan tingkat kerusakan dengan memakai skala Modified Mercally Intensity (MMI) bahwa tingkat kerusakan terparah terjadi di Pulau Enggano (gambar 3). Kedalaman gempa dari USGS, CMT Harvard maupun BMG bervariasi dari 5 km sampai kedalaman 62 km. Fokal mekanisme juga bervariasi dari sesar naik denngan arah yang bervariasi atau sesar mendatar (gambar 2). Perbedaan ini pada dasarnya adalah perbedaan penggunaan data dan cara menganalisa data. Pada awalnya proses yang dilakukan operator dengan menambahkan data sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

Hari rabu pagi tanggal 12 juli 2000 pada saat kantor baru saja mulai, gempa dengan kekuatan sedang mengejutkan penduduk di Jakarta, Bandung, Sukabumi dan Bogor. Pusat gempa dilaporkan dekat dengan Sukabumi. Gempa bumi melanda daerah Sukabumi untuk kesekian kalinya; tahun 1982 (M=5.5), 1973 (M=4.9), 1969 (M=4.5). Intensitas maksimum yang dirasakan di Jakarta adalah MMI III, yang berarti beberapa orang merasakannya, khususnya di bangunan bertingkat.

  1. MONITORING GEMPA SUSULAN

Gempa susulan (aftershock) merupakan proses stabilisasi medan stress ke keseimbangan yang baru setelah pelepasan energi atau stress drop yang besar pada gempa utama. Setiap gempa tektonik dangkal (kira-kira<100km)>

Untuk itu peranan peneliti gempa susulan baik dari BMG atau lainnya sangat diperlukan untuk melihat tingkat penurunan aktifitas gempa. Gempa susulan Bengkulu yang dilaporkan team survey BMG menunjukkan penurunan aktifitas secara exponensial (gambar 4). Pada hari ke empat terdapat gempa susulan dengan skala Mw 6.5. yang mengakibatkan kenaikkan aktifitas kedua setelah gempa utama.

  1. MONITORING GEMPA BUMI

Kenyataan bahwa berita bencana sangat cepat menyebar di media massa, sehingga pemerintah atau lembaga lainnya sangat cepat bereaksi untuk memberikan bantuan untuk penduduk yang sedang dilanda bencana. Jika kita bisa meramalkan gempa bumi, maka bencana tentunnya tidak akan terjadi dan tidak perlu mengeluarkan dana. Namun tehnik untuk meramal gempa bumi sampai sekarang belum ada yang bisa dipertahankan secara ilmiah, sehingga kita perlu mempersiapkan diri, lingkungan dan bangunan yang tahan terhadap gempa bumi. Untuk itu diperlukan peta aktifitas gempa bumi. Untuk itu diperlukan peta aktifitas gempa bumi yang menunjukkan bahwa, aktifitas seismik (gempa) di Indonesia umumnya tinggi hampir di semua pulau. Setiap pulau mepunyai tingkat aktifitasnya masing-masing yang perlu di monitor dengan merapatkan jaringan seismograp sehingga informasi aktifitas gempa bumi bisa lebih teliti.

Bencana gempa bumi, tsunami atau letusan gunung berapi adalah suatu bukti dari ketidakmampuan kerak bumi menampung akumulasi deformasi yang berasal dari proses berkesinambungan dari pergerakan tektonik lempeng atau pergerakan magma ke permukaan. Sehingga deformasi sesaat berupa gempa bumi atau letusan gunung api tak terhindarkan. Bencana gunung umumnya dapat ditanggulangi secara dini, karena gejala letusan bisa diamati, mulai dari arah letusan, arah aliran magma sampai pada luas daerah yang akan mengalami bencana dapat diperkirakan. Gunung Rabaul (Papua Nugini) contohnya meletus bulan September 1994. Persiapan evakuasi telah dilaksanakan secara bertahap 10 tahun sebelumnya, sehingga nyawa dan harta dapat diselamatkan. Hal ini menyangkut keberhasilan monitoring dan penelitian tentang tabiat pergerakan magma dan peramalannya.

Dua pihak antara masyarakat dan peneliti berkomunikasi dengan baik sehingga korban dapat dicegah. Karena itu interaksi antara masyarakat dan peneliti gempa bumi perlu ditingkatkan seperti halnya bencana gunung api. Korban gempa bumi disebabkan oleh runtuhan bangunan yang digoyang gempa, sedangkan korban letusan gunung api disebabkan oleh aliran lahar, magma, debu, panas atau kebakaran, dimana manusia tidak dapat bertahan ditempat kejadian dan harus mengungsi puluhan kilometer. Calon korban gempa bumi tidak perlu mengungsi asalkan bangunan dan lingkungan mereka tahan terhadap gempa bumi, karena itu sangat perlu kita sadari bersama bahwa jatuhnya korban karena runtuhan bangunan atau kejatuhan peralatan rumah tangga.

Resiko terhadap gempa bumi jelas ada, namun gejalanya tak sejelas bencana gempa bumi, karena itu pengertian dan pengetahuan masyarakat lebih ditekankan agar tidak membangun bencananya sendiri di tempat kediaman. Pengertian ini dapat ditingkatkan dengan penerangan dan penjelasan tentang kenyataan hidup di lokasi aktif gempa. Makin besar kesiagaan masyarakat atas bencana yang mengancam, maka makin kecil resiko yang dihadapi. Sarana yang paling efektif menurut penulis adalah pendidikan formal melalui program monitoring di sekolah atau program monitoring di daerah sekitar aktif gempa dimana pemerintah daerah langsung ikut didalamnya.

  1. PENANGGULANGN GEMPA BUMI

Bencana alam terfokus pada korban manusia besarta miliknya. Peristiwa Lam extrim (tsunami sekitar 20 m misalnya) tidak masuk dalam kategori bencana alam apabila tidak menelan korban. Karena itu bencan alam bergantung pada dua faktor yang harus ada : peristiwa alam dan penduduk. Identifikasi daerah tsunami berdasarkan sejarah sudah bisa dikenali sebagai daerah bahaya tsunami yang harus diwaspadai. Apalagi untuk masa sekarang, faktor jumlah penduduk jauh lebih banyak, sehingga bencana alam bisa lebih besar dibanding 100 tahun yang lalu di tempat yang sama. Jumlah korban akibat tsunami sangat bergantung pada tinggi gelombang yang sampai di pantai. Disamping sejarah, perkiraan tinggi gelombang dapat dihitung melaui model sumber gempa, bentuk pantai dan bentuk permukaan dasar laut (batimetri). Sehingga pembangunan pelabuhan, perumahan di sekitar pantai dapat mempertimbangkan efek tsunami yang mengancam.

Selain tsunami, korban banyak juga terjadi karena runtuhan bangunan yang tak tahan terhadap percepatan gelombang gempa yang tinggi. Maksimum percepatan gelombang gempa terjadi pada saat gempa terbesar yang pernah terjadi di suatu daerah. Ini menjadi catatan yang sangat penting bagi perancang bangunan agar bisa merancang bangunan yang tahan terhadap percepatan maksimum tesebut. Namun tidak banyak data percepatan maksimum yang pernah di catat, sehingga dilakukan secara empirik dimana magnitude atau intensitas gempa dikonvermasikan ke percepatan dengan beberapa asumsi. Peranan untuk mengetahui bencana gempa bumi sangat diperlukan agar calon korban gempa bumi dapat dihindari dengan berbagai cara, namun yang paling penting menurut kami adalah ”melek” gempa untuk kesadaran kita hidup di daerah aktif gempa. Sangat analogi dengan sabuk pengaman di mobil, jika dipakai akan berguna sampai suatu kecelakaan yang fatal terjadi.

  1. PREDIKSI GEMPA BUMI

Prediksi gempa bumi meliput parameter lokasi, waktu dan skala gempa bumi tersebut. Ketiga parameter tersebut harus ada, sehingga penanggulangan bencana bisa dilakukan dengan tepat dan proposional. Sayangnya sampai saat ini prediksi gempa yang tepat dan teliti belum bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah, karena tanda-tandanya (precursot) tidak pasti. Gejala yang banyak diamati berdasarkan pada sifat-sifat batuan yang mengalami stress akibat tekanan yang ditimbulkan dari pegerakan lempeng tektonik. Gejala tersebut terlihat pada perubahan posisi satu titik relatif terhadap titik lainnya yang diamati dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Perubahan posisi tersebut dapat terlihat nyata setiap tahunnya, namun belum dapat dipakai untuk prediksi gempa. Gejala lainnya adalah perubahan muka air tanah, elektro magnetis, seismisitas, kecepatan gelombang dsb. Semuanya tetap belum dapat dipakai sebagai tanda yang jelas untuk prediksi gempa bumi.

Karena prediksi gempa bumi belum sempurna, Maka lebih tepat digunakan forcasting yang mencakup luasan daerah, Kisaran waktu maupun kisaran skala sebagai penanggulangan bencana ataupun analisa resiko gempa bumi. Berdasarkan sejarah kekuatan sumber gempa, aktifitas gempa bumi di Indonesia dapat dibagi dalam 6 daerah aktifitas (gambar 5);

  1. Daerah sangat aktif. Magnitude lebih dari 8 mungkin terjadi di daerah ini, yaitu di Halmahera, Pantai Utara Irian.
  2. Daerah aktif. Magnitude 8 mungkin terjadi dan magnitude 7 sering terjadi. Yaitu di lepas pantai barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, Nusa Tenggara, Banda.
  3. Daerah lipatan dan retakan. Magnitude kurang dari 7 mungkin terjadi yaitu di Pantai Barat Sumatera, Kepulauan Suna, Sulawesi Tenggah.
  4. Daerah lipatan dengan atau tanpa retakan. Magnitude kurang dari tujuh bisa terjadi yaitu di Sumatera, Jawa Bagian Utara, Kalimantan Bagian Timur.
  5. Daerah gempa kecil. Magnitude kurang dari 5 jarang terjadi yaitu di daerah pantai timur Sumatera, Kalimantan Tengah.
  6. Daerah stabil, tak ada catatan sejarah gempa yaitu daerah Pantai Selatan Irian, Kalimantan Bagian barat.

Pembagian daerah aktif gempa bisa juga ditinjau dari data makro atau intensitas gempa yang pernah dirasakan. Peta intensitas gempa bengkulu pada tanggal 4 Juni 2000 (gambar 4) adalah satu kasus data makro yang langsung bisa dikaitkan dengan bangunan. Beberapa kasus gempa merusak merupakan data makro yang menghasilkan peta intensitas regional seperti yang pernah dilakukan oleh J.Murjaya dan G. Ibrahim pada tahun 1998, (gambar 6). Pada peta ini, daerah yang terkena dampak gempa bumi dibagi menjadi 4 daerah;

  1. Daerah dengan intensitas MMI IX atau lebih.
  2. Daerah dengan intensitas MMI VII – VIII.
  3. Daerah denga intensitas MMI V – VI.
  4. Daerah dengan intensitas MMI <>

Pembagian ini masih bersifat regional, dengan perkataan lain bahwa untuk analisa gempa pada suatu bangunan yang terletak pada suatu tempat di satu kota, memerlukan analisa mikro yang memasukkan beberapa unsur seperti lapisan tanah tempat bengunan, ketebalan lapisan, respon tanah dan bangunan terhadap getaran dsb.

  1. PERIODITS GEMPA BUMI

Periode ulang gempa bumi maksudnya adalah gempa bumi dengan skala tertentu (misalnya M=8) akan terulang kembali di daerah yang sama pada kurun waktu tertentu. Perhitungan periode ulang ini memerlukan data paling tidak satu periode, lebih panjang lebih baik. Namun catatan gempa bumi dengan perelatan, baru dimulai pada awal abad 20. Karena itu untuk memperanjang periode pengamatan, dibantu dengan catatan intensitas gempa yang sudah dimulai sejak awal abad masehi. Selain itu penelitian paleoseismic juga bisa membantu memperpanjang periode pengamatan.

Gempa yang sama kekuatannya dengan gempa pada 4 Juni 2000 di Bengkulu pernah terjadi dua kali pada 1883, 1914. Sehingga banyak yang setuju dengan teori peramalan (forcasting) gempa dengan metode periode ulang berkisar 80 tahun. Disamping itu terdapat juga gempa yang ukurannya lebih kecil dengan periode ulang lebih pendek.

Perhitungan matematis periode ulang gempa bumi di Sumatera oleh peneliti BMG (Rasyidi Sulaiman dan Robert Pasaribu, 2000) menunjukkan bahwa periode ulang di Sumatera Selatan antara 8-34 tahun dengan nilai tengah 21 tahun. Gempa pada tahun 1979 di Bengkulu yang cukup besar dengan M=5.8, MMI=VIII, sedangkan gempa berikutnya adalah Juni 2000 (1979 + 21 tahun).

  1. PERANAN BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BMG sebagai lembaga pemerintah yang bertugas untuk memonitor aktifitas gempa bumi di Indonesia sejak jaman kolonial Belanda. BMG mulai mengoperasikan stasiun pemantau gempa bumi permanen pada tahun 1908, yakni dengan memasang Seismograph Wichert komponen horisontal di Jakarta. Sedangkan komponen vertikal Seimograph tersebut dipasang pada tahun 1928 pada tempat yang sama.

Pada pertengahan dekade 1970, dengan disponsori oleh UNESCO, BMG mulai mengembangkan jaringan pemantau gempa bumi dengan mengoperasikan 28 stasiun Seismograph. Tiap-tiap stasiun dilengkapi dengan seismograph 1 komponen vertikal periode pendek, dan sinyal seismik direkam pada kertas seismogram. Mulai tahun 1990 sampai dengan saat ini, pada 10 stasiun seismograph dari 28 stasiun telah ditingkatkan menjadi 3 komponen periodependek.

Sebagai organisasi yang bertugas diantaranya melakukan pengamatan gempa bumi, BMG mempunyai 5 Balai Wilayah, Yaitu BMG Wilayah I di Medan, BMG Wilayah II di Ciputat, BMG Wilayah III di Denpasar, BMG Wilayah IV di Ujung Pandang dan BMG Wilayah V di Jayapura. Untuk pengolahan dan gempa bumi di Balai Wilayah, data gempa bumi dari stasiun Seismograph dikirim ke Balai Wilayah setiap 3 jam melalui SSB, telex, atau sarana telekominikasi lain, bersama-sama dengan data meteorologi. Sekarang ini fasilitas komunikasi sudah dilengkapi dengan sarana VSAT untuk komunikasi stasiun dengan Balai Wilayah dan dengan pusat.

Saat ini BMG mengoperasikan jaringan pemantau gempa bumi telemetri, yang terdiri dari 32 sensor. Sesuai dengan struktur organisasi BMG yang terdiri dari 5 Wilayah, jaringan tersebut dibagi menjadi 5 jaringan regional yang berpusat di Medan, Ciputat (Jakarta), Denpasar, Makasar dan Jayapura.

Gambar 1. Lingkungan tektonik Indonesia terdiri dari tiga lempeng tektonik; Indo-Australia, Pasifik dan Eurasia yang bergerak relatif terhadap lainnya (lihat arah panah). Batas lempeng tektonik merupakan daerah konsentrasi aktifitas gempa bumi yang diplot sebagai garis hitam dan segi tiga. Garis tebal merupakan sesar aktif, sedangkan lingkaran adalah stasiun seismograf.


Gambar 2. Distribusi gempa bumi yang pernah terjadi sejak tahun 1900 sampai 1996 dengan skala magnitudo > 6. Kedalaman gempa dibedakan dengan symbol seperti symbol dalam box pada gambar.

Gambar 3. Isoseismal yang menunjukkan distribusi intensitas skala MMI (Modified Mercally Intensity) yang dilaporkan oleh team survey dari BMG.

Gambar 4. Frekuensi gempa susulan yang dipantau oleh team survey BMG di Bengkulu

Gambar 5. Pembagian daerah aktifitas gempa bumi (SEASEE, Vol.5, 1985) berdasarkan sejarah kegempaan.

Gambar 6. Klasifikasi peta gempa bumi berdasarkan data makro atau intensitas gempa di lokasi pengamat berada, (Jaya Murjaya dan Gunawan Ibrahim 1998).

Sumber : http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://ardidafa78.files.wordpress.com/2009/05/lamp6.jpg&imgrefurl=http://ardidafa78.wordpress.com/2009/05/20/daerah-rawan-gempa-bumi-tektonik-di-indonesia-kenapa-selalu-ada-kerusakan/&usg=__acDZ11C6aS4bDCearQXWFsVZz9s=&h=348&w=568&sz=55&hl=id&start=1&um=1&tbnid=n2SDjhSfpHCtBM:&tbnh=82&tbnw=134&prev=/images%3Fq%3Dpeta%2Bdaerah%2Brawan%2Bgempa%2Bindonesia%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dcom.ubuntu:id:unofficial%26sa%3DN%26um%3D1




Gempa Bumi di Indonesia

GEMPA BUMI

1. PENGERTIAN GEMPA

Gempa adalah pergeseran tiba-tiba dari lapisan tanah di bawah permukaan bumi. Ketika pergeseran ini terjadi, timbul getaran yang disebut gelombang seismik. gempa ke segala arah di dalam bumi. Ketika gelombang ini mencapai permukaan bumi, getarannya bisa merusak atau tidak tergantung pada kekuatan sumber dan jarak fokus, disamping itu juga mutu bangunan dan mutu tanah dimana bangungan berdiri. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan. Gelombang ini menjalar menjauhi fokus

Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunung api atau runtuhan batuan. Kekuatan gempa bumi akibat aktivitas gunung api dan runtuhan batuan relatif kecil sehingga kita akan memusatkan pembahasan pada gempa bumi akibat tumbukan antar lempeng bumi dan patahan aktif.

Gempa dapat terjadi kapan saja, tanpa mengenal musim. Meskipun demikian, konsentrasi gempa cenderung terjadi di tempat-tempat tertentu saja, seperti pada batas Plat Pasifik. Tempat ini dikenal dengan Lingkaran Api karena banyaknya gunung berapi.

Seismologist adalah ilmuwan yang mempelajari sesar dan gempa. Mereka menggunakan peralatan yang disebut seismograf untuk mencatat gerakan tanah dan mengukur besarnya suatu gempa. Seismograf memantau gerakan-gerakan bumi mencatatnya dalam seismogram, Gelombang seismik, atau getaran, yang terjadi selama gempa tergambar sebagai garis bergelombang pada seismogram. Seismologist mengukur garis-garis ini dan menghitung besaran gempa. Seismologist menggunakan skala Richter1 untuk menggambarkan besaran gempa, dan skala Mercalli untuk menunjukkan intensitas gempa, atau pengaruh gempa terhadap tanah, gedung dan manusia.

2. PENYEBAB TERJADINYA GEMPA BUMI

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.

Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.

Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi


3. PROSES GEMPA BUMI

Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar ketika bertumbukkan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan penumpukkan energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di zona-zona itu terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas elastisitas lempeng terlampaui, maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbukan getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang gempa bumi.



4. LETAK INDONESIA

Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di lepas pantai barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai Selatan kepulauan Nusatenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku sebelah selatan. Antara lempeng Australia dan Pasifik terjadi tumbukan di sekitar Pulau Papua. Sementara pertemuan antara ketiga lempeng itu terjadi di sekitar Sulawesi. Itulah sebabnya mengapa di pulau-pulau sekitar pertemuan 3 lempeng itu sering terjadi gempabumi.

Berikut ini adalah 25 Daerah Wilayah Rawan Gempabumi Indonesia yaitu: Aceh, Sumatera Utara (Simeulue), Sumatera Barat - Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten Pandeglang, Jawa Barat, Bantar Kawung, Yogyakarta, Lasem, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sangir Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan, Kepala Burung-Papua Utara, Jayapura, Nabire, Wamena, dan Kalimantan Timur.